Rabu, 27 Agustus 2008

IQ Bukan Segalanya

Oleh: Suci Hidayati, S.Pd

Bagaimana nilai hasil ujian mu? berapa hasil nilai tes IQ anak anda? Pertanyaa itu masih sering kita dengar atau jumpai pada sebagaian orang tua atau para guru. Namun nilai IQ yang bukan satu-satunya elemen penting sebagai penentu keberhasilan anak dalam belajar, masih seringkali ditanggapi negatif oleh para orang tua dan guru. Meskipun banyak teori dan pakar yang menyampaikan bahwa nilai IQ bukan segalanya, sepertinya masih banyak para orang tua dan guru yang bersih kukuh dengan pandangannya bahwa nilai IQ adalah elemen yang mendasar atau penentu keberhasilan sang anak.

Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional. Oleh karena itu, inteligensi tidak dapat diamati secara langsung, melainkan harus disimpulkan dari berbagai tindakan nyata yang merupakan manifestasi dari proses berpikir rasional itu.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :

1. Faktor Keturunan

Sebuah penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun mungkin mereka tidak pernah saling kenal. Hampir 90% perkembangan intelgensi berkembang saat Si anak dalam kandungan.
2. Faktor Lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang peranan yang amat penting.

Ada perbedaan yang mendasar antara IQ dan Intelgensi. Arti inteligensi sudah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari sebuah alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.

Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan 100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.

Lalu bagaimanakah intelgensi dianggap sebagai titik berat untuk menentukan kecerdasan sang anak?Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age. Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence). Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-anak.

Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat. Ternyata IQ bukan lah segalanya, terbukti mulai muncul tes Inteligensi dan Bakat. Seperti apa dan bagaimana bakat yang ada pada setiap anak? Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.

Alat yang digunakan untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory. Contoh dari Scholastic Aptitude Test adalah tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.

Selain itu ada juga hubungan yang terkait antara Inteligensi dan Kreativitas yang dimiliki oleh setiap anak. Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan. Walau ada anggapan bahwa kreativitas mempunyai hubungan yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang diperoleh dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula. Namun semakin tinggi skor IQ, tidak selalu diikuti tingkat kreativitas yang tinggi pula. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak ditemukan adanya hubungan antara IQ dengan tingkat kreativitas. Artinya lagi-lagi terbukti bahwaIQ bukanlah satu-satunya elemen yang menentukan kecerdasan dan keberhasilan sang anak.

Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang bersifat divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang diberikan. Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan. Ini merupakan akibat dari pola pendidikan tradisional yang memang kurang memperhatikan pengembangan proses berpikir divergen walau kemampuan ini terbukti sangat berperan dalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.

Bagi guru dan para orang tua hendaknya mulai memperhatikan elemen lain yang pada dasarnya dapat dikembangkan, tidak hanya IQ tapi EQ dan ESQ pun perlu menjadi pertimbangan dalam mengembangkan kecerdasan sang anak

Sumber: Disadur dari blog sebelah

Sabtu, 23 Agustus 2008

Computer Based Instruction (CBI)

A. Komputer sebagai media pembelajaran


Pemanfaatan komputer dalam bidang pendidikan, khususnya dalam pembelajaran merupakan konsekuensi dari perubahan zaman yang semakin canggih. Komputer merupakan alat yang dapat memfasilitasi proses pembelajaran secara menarik dan lebih bervariasi. Aspek audio visual yang bersifat multimedia dalam menyajikan sebuah informasi atau materi pelajaran tertentu dapat difasilitasi secara langsung oleh komputer, sehingga peserta didik akan lebih termotivasi dalam mempelajari materi yang disajikan.
Perkembangan teknologi komputer membawa banyak perubah­an yang signifikan terhadap pe­laksanaan proses pembelajaran. Pada model tutorial pada dasarnya menjadikan teknologi komputer ini mampu memanipulasi keadaan yang sesungguhnya, yang pe­nekanannya terletak pada upaya yang berkesinambungan untuk memaksimalkan aktivitas belajar­ mengajar sebagai interaksi kognitif antara siswa, materi pelajaran, dan komputer yang terprogram.
Kegiatan pembelajaran ber­basis komputer (CBI) merupakan segala kegiatan belajar yang menggunakan software komputer, baik sebagian maupun secara keseluruhan. Dewasa ini CBI telah berkembang menjadi berbagai model mulai dari CAl kemudian mengalami perbaikan menjadi ICAI (Intelligent Computer Assisted Instruction) dengan dasar orientasi aktivitas yang berbeda muncul pula CAL (Computer Aided Learning), CBL (Computer Based Learning), CAP A (Computer Asisted Personalized Assigment) , ITS Intelegent Tutoring System).
Pembelajaran berbasis atau berbantukan komputer pada dasarnya adalah upaya untuk meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang sedang ia pelajari. Tentu saja dalam hal kognitif akan sangat berpengaruh. Akan sangat berbeda ketika anak menguasai pelajaran hanya dengan mendengarkan saja, atau hanya dengan melihat/ membaca saja. Komputer memfasilitasi peserta didik untuk dapat menguasai materi dengan menggabungkan semua unsur. Mulai dari melihat, mendengar bahkan hingga melakukan simulasi. Namun karena pembelajaran komputer bersifat teaching machine, dalam hal ini siswa hanya berhadapan dengan “alat” atau “mesin” maka unsur afektif akan sangat minim untuk terfasilitasi. Untuk psikomotor, media komputer akan memfasilitasi secara baik tinggal bagimana siswa itu melakukan di lapangan sesuai dengan apa yang sudah ia pahami di komputer.

B. Model-Model Pembelajaran Berbasis Komputer
Ada berbagai model pembelajaran komputer yang dibuat untuk keperluan proses belajar. Diantaranya:
1. Model Drills
Salah satu model pembelajar­an berbasis komputer adalah model Drills. Model drills pada dasamya merupakan salah satu model pembelajaran yang ber­tujuan memberikan pengalaman belajar yang kongkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati sua­sana yang sebenarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan pada Drills dalam CBI (ComputerBased Instruction), yaitu merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkrit melalui penyediaan latihan-latihan soal yang bertujuan untuk menguji kemampuan siswa melalui kecepatan penyelesaian soal-soal latihan yang diberikan program.
Secara umum tahapan model drills adalah sebagai berikut:
1. Penyajian masalah-masalah dalam bentuk latihan soal pada tingkat tertentu dari penampilan siswa.
2. Siswa mengejakan soal-soal latihan
3. Program merekam penampilan siswa, mengevaluasi, kemudian memberikan umpan balik
4. Jika jawaban yang diberikan siswa benar, siswa diberikan reward sebagai penguatan motivasi dan melanjutkan ke materi selanjutnya, jika jawaban siswa salah, program menyediakan fasilitas untuk mengulangi latihan (remedial) yang dapat diberikan secara parsial atau pada akhir keseluruhan soal.

2. Model Tutorial
Model pembelajaran tutorial merupakan program pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan mengguna­Ikan software berupa program komputer yang berisikan materi pelajaran.
Model pembelajaran tutorial adalah pembelajaran khusus dengan instruktur yang terkualifikasi, penggunaan mikro komputer untuk tutorial pembelajaran. Tutorial dengan metode alternatif diantaranya bacaan, demonstrasi, penemuan bacaan atau pengalam­an yang membutuhkan respon secara oral dan tulisan serta adanya ujian.
Pembelajaran tutorial ber­tujuan untuk memberikan pe­mahaman secara tuntas (mastery learning) kepada siswa mengenai materi bahan pelajaran yang sedang dipelajari. Terdapat be­berapa hal yang menjadi identitas dari pembelajaran tutorial yaitu adanya pengenalan, penyajian informasi, pertanyaan dan respon jawaban, penilaian respon, pem­berian feedback tentang respon, pembetulan, segmen pengaturan pengajaran, dan penutup
Komputer sebagai tutor ber­orientasi pada upaya dalam mem­bangun perilaku siswa melalui penggunaan komputer. Secara sederhana pola-pola pengopera­siannya adalah sebagai berikut:
1. Komputer menyajikan ma­teri
2. Siswa memberikan respon
3. Respon siswa dievaluasi oleh komputer dengan orientasi pada arah siswa dalam menempuh prestasi berikutnya.
4. Melanjutkan atau meng­ulangi tahapan sebelumnya.

Tutorial dalam program pem­belajaran berbasis komputer di­tujukan sebagai pengganti sumber belajar yang proses pembel­ajarannya diberikan melalui teks atau grafik pada layar yang menyediakan pain-pain pertanya­an atau permasalahan. Jika respon siswa benar, komputer akan bergerak pada pembelajaran berikutnya, namun sebaliknya jika respon siswa salah komputer akan meminta untuk mengulangi.

3. Model Simulasi
Model simulasi adalah satu model pembelajaran dalam CBI. Model ini tidaklah asing lagi dalam dunia pendidikan sebab metoda ini sudah lama digunakan dan selalu digunakan untuk menerangkan sesuatu konsep atau masalah yang sulit dimengerti tanpa mengguna­kan alat peraga. Kini simulasi dapat menggunakan program kom­puter karena program komputer menyediakan kemudahan umpan balik (feed back) terhadap simulasi tindakan (Laurillard 1993). Peng­gunaan simulasi dalam proses pembelajaran amatlah penting sebab model ini merupakan per­wujudan contoh yang seharusnya diikuti. Simulasi banyak digunaan dalam menerangkan konsep-­konsep matematika, bahasa atau ilmu terapan lainnya.
Model Simulasi pada dasarnya merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih konkrit melalui penciptaan tiruan-tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko. Model simulasi terbagi ke dalam 4 kategori : fisik, situasi, prosedur, dan proses.
Secara umum tahapan materi model simulasi meliputi :
1. Pengenalan
2. Penyajian informasi (berisi beberapa simulasi yang dapat di lihat)
3. Pertanyaan
4. Respon jawaban atau umpan balik
5. Penutup

4. Model Instruction Games
Instructional games merupakan salah satu bentuk modifikasi dari permainan-permainan (games) yang ada dalam program komputer, hanya pengemasan isi disesuaikan dengan materi yang berhubungan dengan pembelajaran. Instructional games telah banyak dikembangkan oleh beberapa perusahaan multimedia pendidikan. Instructional games terbukti lebih efektif dalam meningkatkan motivasi anak dalam mempelajari sesuatu.
Salah satu kelebihan yang dimiliki oleh Model Games ini ada pada bentuk sajiannya yang menarik dan penuh tantangan. User atau audiens merasa lebih termotivasi untuk menyelesaikan tantangan-tantangan yang ada dalam games tersebut.
Karakteristik Instructional Games:
a. Setiap permainan harus memiliki tujuan
b. Adanya aturan yang harus diikuti oleh user atau pengguna.
c. Adanya suasana kompetisi untuk menempuh tujuan atau target yang dicapai.
d. Adanya tantangan untuk menambah daya tarik games.
e. Bersifat Imajinatif
f. Bersifat menghibur

Instructional games dibagi ke dalam tiga komponen yakni:
1. Pendahuluan
Dalam pendahuluan biasanya terdapat tujuan, aturan, petunjuk bermain dan pilihan permainan.
2. Bagian isi Instructional Games
Bagian isi meliputi : skenario, tingkatan realita, pelaku permainan, peranan dari pemain, tantangan dan pencapainan tujuan serta interaksi user atau pengguna terhadap permainan (interaktif).
3. Penutup
Dalam penutup biasanya terdapat informasi skor atau nilai yang didapatkan dan adanya reward atau hadiah sebagai reinforcement atau penguatan.